Kamis, 01 Februari 2018

JILBAB BU NYAI YANG TIDAK SYAR'I


Mari kita diskusikan soal batas aurat wanita, jilbab dan kemurahan Allah SWT dalam menampilkan aneka wajah syariat, melalui ragam perbedaan pendapat ulama dalam berbagai topik, termasuk perbedaan fatwa ulama mengenai jilbab.
Pada postingan sebelumnya tentang Ijma (konsensus), telah kita pahami bahwa pada dasarnya kata dan ayat dalam Al-Quran tidak ada makna yang spesifik, selalu bermakna ganda. Seperti kata sholat (الصلاة) dalam ayat اقيموا الصلاة. Makna leksikal sholat adalah 'doa'. Menurut pengertian bahasa orang berdoa sudah disebut sholat.
Lalu bagaimana ayat اقيموا الصلاة, dimaknai tegakanlah sholat, sholat dengan pengertian fikih, yaitu gerakan dan bacaan tertentu yang dimulai dengan takbiratul ihram dan ditutup dengan salam? Karena ada kesepakatan ulama (ijma).
Artinya semua ulama tidak pernah ada yang memaknai sholat dalam ayat ini dengan pengertian bahasa, atau pengertian lainnya, tetapi hanya memahami sholat dengan pengertian fikih seperti yang saya sebutkan.
Tidak banyak masalah-masalah yang disepakati ulama. Sholat, zakat puasa, haji disepakati fardhu, wajib bagi setiap orang namun dalam detailnya ulama berbeda pendapat. Apakah niat sholat itu harus berbarengan dengan takbiratul ihram atau tidak? Imam Syafi'i mengatakan ya, dengan tata cara yang ketat. Sedangkan Imam Hanafi tidak.
Nah lebih banyak ayat atau tafsir atau hukum yang diperdebatkan ulama melalui fatwa yang berbeda-beda daripada yang disepakati, atau yang bersifat ijma. Oleh sebab itu salah satu syarat Mujtahid, menggali hukum langsung dari Al-Quran dan hadis harus orang yang memahami mahal ijma, masalah-masalah yang disepakati ulama. Ijma tidak boleh diganggu gugat.
Siapa yang boleh menjadi pemimpin, laki-laki kah? Atau wanita kah? Ulama berbeda pendapat. Menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan adalah wajib. Khususnya bagi perempuan, manakah aurat yang wajib ditutup? Ulama berbeda pendapat.
Ada pendapat seperti yang didukung oleh produsen Busana muslimah, ada juga yang tidak menguntungkan mereka, yaitu menurut kelompok ulama ini, rambut, siku dan betis bukan area yang wajib ditutup. Anda boleh setuju dan boleh tidak.
Berbicara hadis tentang jilbab akan sangat bertele-tele, apalagi jika teman-teman tidak memahami bahasa teknis ilmu hadis atau yang disebut mustholahat hadis. Akan tetapi aneka ragam hadis yang bertolak belakang dari sisi konten maupun transmisinya (sanad) terwakili oleh penafsiran Ibn Katsir dalam ayat 59 surat al-Ahzab berikut. (ngomong-ngomong terjemah tafsir Ibn Katsir ini pegangan kelompok nganu)
( [ يا أيها النبي ] قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن يعرفن فلا يؤذين ) قال : كان ناس من فساق أهل المدينة يخرجون بالليل حين يختلط الظلام إلى طرق المدينة ، يتعرضون للنساء ، وكانت مساكن أهل المدينة ضيقة ، فإذا كان الليل خرج النساء إلى الطرق يقضين حاجتهن ، فكان أولئك الفساق يبتغون ذلك منهن ، فإذا رأوا امرأة عليها جلباب قالوا : هذه حرة ، كفوا عنها . وإذا رأوا المرأة ليس عليها جلباب ، قالوا : هذه أمة . فوثبوا إليها .
وقال مجاهد : يتجلببن فيعلم أنهن حرائر ، فلا يتعرض لهن فاسق بأذى ولا ريبة .
Perintah Allah SWT kepada Nabi, untuk Istri-istri Nabi, putri-putri Nabi dan wanita kaum muslimin untuk melonggarkan jilbab mereka supaya dikenali identitasnya agar tidak di sakiti.
Ibn Abbas mengatakan dahulu preman dijalanan kota Madinah keluar malam hari. Mereka mengganggu para-wanita. Rumah penduduk Madinah sempit (tidak mempunyai kamar kecil), malam hari mereka keluar untuk BAB. Para preman mengganggu para wanita itu. Jika mereka melihat wanita berjilbab mereka mengatakan itu perempuan merdeka, mereka tidak berani mengganggu.
Ketika mereka menjumpai para wanita tidak menggunakan jilbab, mereka mengatakan ini amat (budak wanita/pekerja). Dan mereka menggodanya.
Menurut Imam Mujahid, dengan menggunakan jilbab preman Madinah mengetahui bahwa para wanita itu merdeka mereka tidak menggoda dan menyakitinya."
Demikian dalam tafsir Ibn Katsir. Apa bedanya antara perempuan merdeka dan pekerja (amat)? Apa yang membedakan antara keduanya? Keduanya sama wanita, mempunyai "infrastruktur" kewanitaan, mempunyai alat Vital dan persenjataan lainnya. Apa perbedaannya? Yang satu tuan yang dilayani, enjoy dirumah, sedangkan wanita yang satu lagi kelas pekerja, yang memerlukan kebebasan bergerak dan beraktifitas.
Setiap wanita dengan kondisi yang sangat beragam, masing-masing bisa bernaung pada pendapat ulama yang sesuai kebutuhannya. Jangan saling menghakimi. Cukup Allah yang maha menghakimi.
Mana pendapat atau fatwa yang benar? Menurut Syeikh Abdul Wahab Sya'rani, semuanya pendapat ulama benar. Karena fatwa ulama hasil ijtihad tidak ada yang salah. Bagaimana dengan hadis, seorang Mujtahid (hakim) ijtihadnya salah mendapatkan satu pahala? Kata beliau arti salah (خطاء ) dalam hadis itu adalah ulama tidak sampai pada kesimpulan hukum setelah berijtihad. Meskipun ulama ini tidak mendapatkan kesimpulan hukum tetap mendapatkan satu pahala.
Para wanita juragan, kantoran dianjurkan mengamalkan pendapat ulama yang berat soal jilbab, yaitu menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Buat wanita pekerja bolehlah dia mengamalkan pendapat ulama yang ringan, yaitu memperbolehkan rambut, pergelangan tangan dan betis terbuka.
Kata Imam Abdul Wahab Sya'rani,
فان جميع المكلفين لايخرجون عن قسمين قوي وضعيف من حيث ايمانه او جسمه فى كل عصر وزمان فمن قوي منهم خوطب بالتشديد والاخد بالعزاءىم ومن ضعف منهم خوطب بالتخفيف والاخد بالرخص وكل منهما حينءىذ على شريعة من ربه وتبيان فلا يؤمر القوي بالنزول الى الرخص ولا يكلف الضعيف للعزيمة
"Setiap orang dewasa dan berakal tidak keluar dari dua kemungkinan, kuat dan lemah. Kuat atau lemah dari sisi keimanan bisa juga dari aspek fisik. Di setiap era dan zaman selalu demikian. Kepada yang kuat berikan pada mereka fatwa yang berat dan dorong untuk mengamalkan hukum kelas 1 (azimah).
Dan yang lemah baik iman ataupun fisiknya maka berikan fatwa yang ringan dan dorong melakukan kewajiban yang memberikan dispensasi. Masing-masing dari dua kelompok itu masih dalam bingkai syariat Allah SWT. Yang kuat jangan diberi kemudahan yang lemah jangan dipersulit."
Anda boleh mengamalkan fatwa yang mana saja, yang sesuai dengan kondisi Anda masing-masing. Termasuk dalam menutup aurat untuk wanita. Semoga bermanfaat.
♻️Bersambung........
.
Oleh :
Ahmad Tsauri
Santri Lirboyo dan Alumni IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta .
[ Abuya Dimyati ]
sumber :  group DASI ( Dagelan santri Indonesia )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan pernah melalui jalan yang sama karena kamu tidak akan menemukan sesuatu yang baru Aziz Mukhroni